Orangutan Sumatra (Pongo abelii) |
Orangutan Sumatra
Pongo abelii
Berdasarkan taksonomi, terdapat dua jenis orangutan yaitu orangutan Sumatra dan orangutan Kalimantan. Perbedaan tersebut disebabkan isolasi geografis yang paling sedikit terjadi sejak 10.000 tahun lalu ketika permukaan air laut naik dan membelah pulau Sumatra dan Kalimantan. Berikut ini adalah taksonomi dari orangutan Sumatra.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrae
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Homonidae
Famili : Homonidae
Subfamili : Pongonidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii (Orangutan Sumatera)
Orangutan atau disebut juga dengan mawas, yaitu kera besar yang hidup di Pulau Sumatra bagian utara, dan Kalimantan, serta Sabah Malaysia. Orangutan termasuk dalam golongan kera disebabkan tidak mempunyai ekor, sedangkan monyet berbeda dengan kera karena memiliki ekor. Orangutan Sumatra berbeda dengan orangutan Kalimantan, mereka memiliki warna tubuh merah kekuningan dan lebih terang dibandingkan orangutan Kalimantan. Dan jika dibandingkan secara mikroskopik, maka orangutan Sumatra berambut lebih tipis, membulat, terdapat kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di tengahnya, serta berujung hitam di bagian luarnya dibandingkan dengan orangutan Kalimantan.Perbedaan perilaku lainnya adalah orangutan Sumatra lebih sering berada di atas pepohonan arboreal dibandingkan dengan orangutan Kalimantan, hal tersebut kemungkinan disebabkan di hutan Sumatra lebih banyak predator dibandingkan dengan hutan di Kalimantan.
Orangutan Sumatra mempunyai tubuh besar dengan berat berkisar antara 50-
90 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina, tubuh ditutupi oleh rambut berwarna coklat kemerahan, tidak berekor, dan ukuran
tubuh jantan dua kali lebih besar daripada yang betina. Pakan orangutan Sumatra adalah buah-buahan, dan paling senang dengan buah durian. Terkadang orangutan makan dedaunan muda, tunas, liana, dan juga rayap atau semut sebagai kebutuhan proteinnya. Orangutan Sumatra tidak hanya minum air yang terdapat pada buah buahan tetapi juga dari liang pohon, atau membuat mangkuk dari daun untuk digunakan mengambil air.
Orangutan Sumatra Jantan |
Orangutan Sumatra Betina dengan Anaknya |
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang terdapat di Asia. Populasi terakhir orangutan Sumatra menurut Soehartono et al (2007) dan Wich et al (2008) adalah 6.600 individu di alam. Dan menurut informasi yang didapatkan oleh SOS-OIC pada tahun 2007, spesies tersebut hanya dapat ditemukan di beberapa kawasan hutan seperti hutan
yang terdapat di Sumatera Utara (Bohorok, Tangkahan dan Batang Toru)
dan Aceh Tenggara (Singkil, Ketambe, dan Suaq). Kemudian berdasarkan IUCN, populasi orangutan Sumatra menurun pada 75 tahun terakhir ini sehingga diklasifikasikan sebagai Critically Endangered, dan pada tahun 1998-1997, diketahui bahwa 1000 individu orangutan per tahunnya mati di kawasan Gunung Leuser, dimana satu-satunya kawasan terbesar bagi habitat orangutan Sumatra di pulau Sumatra bagian Utara.
Orangutan hidup di hutan tropis, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan
dengan ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Orangutan cenderung
menyendiri (soliter) dan tidak membuat keluarga atau kelompok. Biasanya hanya betina yang
diikuti dengan satu atau dua anaknya yang belum mandiri. Sedangkan jantan hanya
saat berpasangan dengan betina pada musim kawin.
Kehidupan soliter pada orangutan adalah sesuatu yang khas dan berbeda dari
jenis kera besar lainnya dari suku Pongidae (Napier & Napier, 1976). Walaupun
demikian menurut Schurmann (1982), orangutan bukan berarti tidak melakukan
kontak sosial. Kemudian Galdikas (1978) menambahkan bahwa orangutan tetap
melakukan interaksi dengan individu lain, terutama hubungan yang terjadi antara anak
dan induk yang terlibat dalam berbagai kebersamaan dengan jenis-jenis satuan lain
secara luas. Selain itu, melimpahnya sumber pangan, juga membuat orangutan
Sumatera lebih sosial seperti yang terjadi di rawa Singkil (Schaik et al., 1994).
Habitat
orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ (hutan alam) dan habitat eks-situ
(hutan binaan/rehabilitasi dan reintroduksi, kebun binatang, dan lain sebagainya).
Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di
habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasi dan bukan
rehabilitasi.
Hoeve (1996) menyatakan bahwa orangutan dapat hidup pada berbagai tipe
hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran
sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah,
sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat ditemukan pada ketinggian
500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan
dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl.
Bagi orangutan, daya dukung habitat ini ditentukan oleh produktivitas
tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu yang tepat dan sebagai tempat
beristirahat yang aman. Kekurangan makanan akan menyebabkan terjadinya
persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah harus mencari sumber-sumber
makanan di tempat lain, atau menerima sumber-sumber makanan alternatif. Jika tidak,
mereka akan mati. Jadi, jika kebutuhan dasar lainnya (air, makanan, tempat
beristirahat, dan lain sebagainya) cukup tersedia, maka aktivitas hidupnya akan
berlangsung dengan baik, dengan kata lain daya dukung untuk kehidupannya
ditentukan oleh ketersediaan akan sumber makanannya (Meijaard, 2001).
Sumber Pustaka:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31214/4/Chapter%20II.pdf
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/orangutan_english__factsheet09.pdf
Sumber Pustaka:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31214/4/Chapter%20II.pdf
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/orangutan_english__factsheet09.pdf
No comments:
Post a Comment